SANGATTA – Perbincangan publik mengenai aturan absensi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kutai Timur (Kutim) ramai dibahas usai beredar unggahan di media sosial pada 11 September 2025. Judul provokatif di beberapa media dari luar Sangatta dengan tajuk “Sekda Kutim Rizali Hadi Bikin Aturan Baru, Dirinya Tak Wajib Absen” sontak memantik warganet. Ada yang menilai keistimewaan, ada pula yang mempertanyakan keadilan sistem presensi di lingkup birokrasi Pemkab Kutim.
Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim, Misliansyah, meluruskan kabar tersebut. Ia menegaskan, pengecualian absensi bagi sekretaris kabupaten atau sekda, bukanlah aturan baru atau inisiatif pribadi, melainkan ketentuan yang sudah diatur dalam regulasi.
“Beban kerja Sekda justru melebihi jam kerja normal. Tidak hanya di kantor, tetapi juga mendampingi bupati hingga menghadiri agenda masyarakat sampai larut malam,” tutur Misliansyah.
Pria yang akrab disapa Ancah itu menambahkan, posisi sekda memikul banyak tanggung jawab strategis seperti ketua Tim TAPD, ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), dan koordinator berbagai urusan pemerintahan. Karena itu, pola kerja Sekda sulit diukur hanya dengan presensi elektronik.
Misliansyah menjelaskan, Surat Edaran Sekda bertanggal 29 Agustus 2025 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Bupati Kutim Nomor 18 Tahun 2025 tentang pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Perbup tersebut memang memberikan pengecualian presensi bagi pejabat tinggi yang memiliki beban kerja khusus.
“Surat edaran memang ditandatangani sekda, penggunaannya atas nama Bupati Kutim, bukan inisiatif pribadi,” tegasnya.
Ancah juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang mengatur kedudukan Sekda sebagai pejabat strategis dengan lingkup tugas luas, mulai dari perumusan kebijakan daerah, koordinasi perangkat daerah, hingga pelayanan administratif pemerintahan.
“Dengan tupoksi sebesar itu, absensi reguler tidak relevan. Prinsipnya, ini demi efektivitas, bukan untuk menghindar dari kewajiban,” tambah Misliansyah.
Dokter Spesialis juga Jadi Sorotan
Polemik absensi juga menyeret tenaga medis di RSUD Kudungga. Direktur RSUD, dr Muhammad Yusuf, menegaskan bahwa dokter spesialis tetap menjalankan tugas sesuai aturan.
“Mereka memang tidak terikat jam kerja 08.00–16.30. Karena sifat pekerjaan, dokter bisa dipanggil kapan saja untuk operasi darurat atau menangani pasien di luar jam kantor,” jelas dr Yusuf.
Ia menekankan, fleksibilitas absensi dokter sejalan dengan PermenPANRB Nomor 4 Tahun 2025 yang mengatur fleksibilitas kerja ASN. “Bukan berarti bebas tanpa kewajiban. Pola kerja disesuaikan agar pelayanan kesehatan tidak terganggu,” ujarnya.
Lebih jauh, ungkap dr Yusuf, RSUD Kudungga bahkan sudah mengeluarkan surat edaran internal mengenai jadwal poliklinik dan layanan pasien, lengkap dengan mekanisme pengawasan serta sanksi sesuai UU ASN dan PP tentang Disiplin PNS.
Dengan klarifikasi tersebut, Pemkab Kutim berharap isu ini tidak lagi menimbulkan kesalahpahaman. Misliansyah mengingatkan, kritik terhadap kebijakan ASN sebaiknya disampaikan secara proporsional. “Gunakanlah saluran resmi untuk kritik agar tidak membuat kesalahpahaman di publik,” tutupnya. (*/Che)
