Aktivitas penyedia MBG di Samarinda sedang mengepak menu MBG di Samarinda Ulu. Foto: La Hamsah

Insiden Makanan Basi Warnai Program MBG di Samarinda

18 September 2025
68 dilihat
1 min read
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Samarinda kembali menuai sorotan. Laporan makanan tak layak konsumsi di salah satu SMA mendorong evaluasi menyeluruh dari Satgas dan dinas terkait.

Samarinda – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Samarinda kembali menjadi sorotan publik. Sebuah sekolah menengah atas dilaporkan menerima paket makanan yang sudah tidak layak konsumsi. Kondisi itu membuat sebagian siswa enggan menyentuh hidangan dan memilih membeli makanan di kantin sekolah.

Ketua Satgas MBG Samarinda, Suwarso, membenarkan adanya laporan tersebut. Ia mengaku segera menghubungi kepala sekolah dan guru setelah kabar itu beredar. “Benar ada sebagian makanan yang cenderung basi, sehingga anak-anak memilih tidak makan,” ucapnya kepada awak media usai menghadiri peringatan Hari Perhubungan Nasional, Rabu, 17 September 2025.

Menurutnya, evaluasi langsung dilakukan bersama puskesmas dan pengawas provinsi. Padahal, Satgas dua hari sebelumnya sudah mengingatkan para vendor dan ahli gizi terkait standar pengolahan, pengemasan, serta waktu distribusi makanan.

Ia menjelaskan, makanan MBG seharusnya dikonsumsi maksimal lima jam setelah dimasak. Salah satu penyebab cepat basi adalah kesalahan teknis, misalnya makanan panas langsung ditutup rapat sehingga menimbulkan uap. “Itu yang diduga mempercepat pembusukan,” jelasnya.

Satgas mencontohkan praktik di salah satu SPPG di Samarinda Ulu yang sudah menyiapkan dua sesi memasak, sehingga menu tetap segar hingga siang hari. Suwarso menekankan pentingnya penerapan prosedur ini.

BACA JUGA  Jaga Ketertiban! Satpol PP Kutim Akan Awasi Pasar Ramadan dan Lalu Lintas

Selain faktor teknis, ia mengingatkan bahwa dapur penyedia MBG wajib memenuhi standar dari Badan Gizi Nasional. Minimal luasnya 400 meter persegi dengan pembagian ruang yang jelas untuk bahan mentah, pencucian, hingga pengolahan.

“Kalau semua aturan dipatuhi, risiko makanan basi bisa ditekan. Tapi intinya, para vendor harus bekerja dengan niat melayani, bukan semata mencari untung. Anak-anak ini investasi bangsa,” tegasnya.

Suwarso juga meluruskan isu yang menyebut siswa dilarang memfoto makanan basi. Ia menegaskan tidak ada aturan demikian. “Yang kami minta, setiap informasi diverifikasi. Kalau memang basi, vendor harus ditegur dan diperbaiki,” katanya.

Untuk jangka panjang, Satgas menyiapkan pelatihan bagi vendor dan ahli gizi, serta membangun sistem pengaduan masyarakat. Vendor juga wajib melakukan uji menu di sekolah dan mendata siswa dengan alergi makanan.

Hingga kini, Samarinda membutuhkan 73 SPPG untuk menopang program MBG, tetapi baru 13 yang aktif. “Dengan pengawasan ketat, kami harap kejadian seperti ini tidak terulang,” ujar Suwarso.

BACA JUGA  Kutim Tancap Gas! Ribuan PPPK Siap Dilantik Tanpa Drama

Dinas Kesehatan Kaltim juga turun tangan. Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, menyebut insiden ini jadi alarm penting bagi pengawasan mutu. Ia memastikan timnya bersama Dinkes Samarinda akan memeriksa distribusi hingga penyimpanan bahan pangan.

“Kalau tidak diawasi, bukan hanya basi tapi bisa berisiko keracunan. Itu yang harus dicegah,” tegas Jaya.

Ia menambahkan, setiap laporan masyarakat akan dijadikan bahan evaluasi. “Yang dirugikan jelas siswa. Jadi kami bergerak cepat, bahkan siang ini langsung ada tindak lanjut,” ujarnya.

Sebelumnya, SMA 13 Samarinda juga pernah dikabarkan menerima makanan MBG yang tidak segar pada Agustus lalu. Kepala sekolah, Jarnuji Umar, mengakui ada menu sayur tumis yang hampir basi, namun menurutnya masih layak dimakan. Ia meminta siswa menyampaikan keluhan langsung ke SPPG, bukan ke media sosial.

Ketua SPPG Sungai Pinang, Zidan, juga mengakui adanya kelalaian di dapur penyedia. Teguran lisan pun telah diberikan. “Itu jadi catatan kami agar ke depan lebih hati-hati,” ujarnya.